PIDIE JAYA – LUGAS.CO | Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), meminta untuk menunjukkan siapa oknum yang dituding telah menerima fee Rp 10 Milyar dari perusahaan yang melakukan pengeboran Migas di laut lepas Pidie Jaya, sehingga bisa dilaporkan ke aparat penegak hukum sebagai pembuktian, karena merupakan bentuk gratifikasi.
Deputi Dukungan Bisnis Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Afrul Wahyuni, mengatakan tudingan yang disampaikan anggota dewan Pidie Jaya tersebut dianggap tak berdasar dan lucu. pasalnya ungkap Afrul, tak mungkin perusahaan sekelas Repsol yang sahamnya tercatat di bursa saham di New York, mengeluarkan biaya yang tak tercatat dan tidak ada dalam perencanaan.
Apalagi saat ini, perushaan multi nasional itu, baru melakukan mengeksplorasi untuk mencari besaran kandungan dan jenis yang di kandungan di dalam dan belum berproduksi di Blok Adaman III itu.
“Maaf, kalau saya bilang itu tudingan atau apa?. Mungkin tinggal diproses saja pembuktiannya. Katakanlah siapa anggota dewan yang mendapat isu itu tinggal diperlihatkan di proses hukum, begitu juga sebaliknya dengan pihak Pemkab yang tertuding itu biar ngak timbul fitnah kan,” Afrul Wahyuni, yang dihubungi wartawan via telfon, Jum’at 2 September 2022, kemarin.
Kata dia, secara regulasi perusahaan berskala international, pemberian fee atau gratifikasi dalam jumlah tidak sedikit saat perusahaan tersebut masih dalam fase pencarian kepastian cadangan Migas, sangat sulit terjadi.
“Alih-alih melakukan gratifikasi, untuk pengeluaran dalam bentuk program saja pada fase eksplorasi yang sedang dilakukan saat ini, pelaksanaannya harus direncanakan di setiap tahunnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut diterangkan bahwa, jika dilihat dari sudut pandang proses pengurusan izin, makan segala bentuk izin Migas di laut lepas itu merupakan kewenangan dan berlangsung di Kementerian. Dan Blok Andaman III salah satu daerah termasuk Kabupaten Pidie Jaya, lokasinya berada di 40 mil dari bibir pantai.
“Jadi, yang maksud saya, atas urgensi apa mereka (Repsol) memberikan bantuan atau fee kepada pejabat kabupaten yang di luar program, untuk kepentingan apa. Something yang tidak masuk logika itu,” tuturnya dengan nada heran.
Afrul menerangkan juga bahwa, dalam fase eksplorasi yang sedang berlangsung saat ini, Repsol dalam mengeluarkan biaya menggunakan skema Cost recovery, yang semua pengeluaran harus dicatat dan dilaporkan. Kemudian saat nanti sudah berproduksi, biaya yang dikeluarkan tersebut ditagih kembali.
Dalam hal tudingan pemberian fee Rp 10 miliar kepada oknum pejabat Pemkab Pidie Jaya itu, dia lantas bertanya, mekanisme seperti apa yang harus dilaporkan oleh Repsol.
Apalagi, di saat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tersebut masih dalam tahap eksplorasi, hal-hal berbau fee itu secara regulasi sangat tidak dimungkinkan terjadi.
” Contoh. Saya punya perusahaan, dan saya mau kasih fee ke Pemkab Rp 10 miliar. Biar dapat balik lagi ke perusahaan, kan harus menjadi cost recoveri itu, jadi dalam bentuk apa itu. Dan untuk mengajukan itu ada proses evaluasi, ada proses audit dan segala macam. Maka itu saya bilang tidak dimungkinkan terjadi kalau secara prosesnya,” imbunya.
Sejauh itu Afrul menyampaikan bahwa, karena anggota dewan menyampaikan tudingannya dalam forum resmi DPRK Pidie Jaya, supaya tidan timbul fitnah, sebut saja siapa yang menerima fee tersebut kemudian dilaporkan ke penegak hukum sehingga menjadi pembuktian.
” Kasihan juga orang yang tertuding kalau ternyati itu fitnah,” tandasnya.
Dia menyebutkan, BPMA terkejut dengan berita tudingan oknum pejabat Pidie Jaya menerima fee Rp 10 miliar dari perusahaan migas. Sebab tidak ada pengeluaran yang dikeluarkan Repsol tanpa tercatat dalam pencatatan Cost Recovery korporasi.
Sebagai contoh ungkapnya, pihak Repsol membuat program untuk Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen dengan nilai USD 100 ribu, itu semua tercatat dalam mekanisme Cost Recovery.
” Cost program itu tercatat, nanti mereka (Repsol) bisa menagih kembali saat mereka sudah berproduksi. Apakah lima tahun lagi atau enam tahun lagi. Tetapi kalau itu tidak tercatat, mereka tidak akan keluarkan. Pertanyaannya maukah perusahaan tidak mau diganti uangnya,” bebernya.
Bisa jadi apa yang disampaikan anggota dewan itu menurutnya, salah persepsi dan juga salah informasi. Tetapi dia tidak bisa menafikan, terkadang anggota dewan yang mengatakan tudingan itu memiliki bukti-bukti apalah sehingga menyampaikan hal itu di forum resmi.
“Kita di BPMA agak tersenyum dengan berita itu. Jadi biar tidak timbul fitnah dan merugikan Pidie Jaya, ya sebaiknya dilaporkan ke aparat hukum dengan bukti-bukti yang sah,” sarannya tegas mengakhiri. | RED