LUGAS.CO | Majelis Pengkajian Tauhid Tasawwuf Indonesia (MPTT-I) Aceh Selatan, melaksanakan silaturahmi ulama serta mubahasah ilmu tasawwuf dan kesufian dengan para alim ulama di Kabupaten tersebut, Minggu 17 Oktober 2021, di Rumoh Agam, Tapaktuan.
Tujuan mubahasah itu sendiri membahas suatu permasalahan, dan mengupas tuntas kajian-kajian sehingga apa yang belum di fahami bisa dijelaskan, begitu juga jika ada perbedaan pendapat dapat di buktikan dengan dalil-dalil guna menguatkan, supaya nyatalah perbedaan pendapat itu rahmat dan Islam itu rahmatan lil alamin.
Sayangnya, sejumlah ulama yang di undang oleh panitia pelaksana mubahasah tidak mau menghadiri.
“Padahal di ruang publik inilah seharusnya disampaikan jika ada pendapat-pendapat dan mengkaji lebih dalam dimana letak tidak benarnya ilmu Tasawwuf kesufian. sehingga masyarakat tidak lagi terprofokasi oleh para pihak maupun siman-siman,” ujar ketua pelaksana mubahas, Elvi Rasma ST, kepada lugas.co, yang juga anggota DPRK Aceh selatan dari Partai Aceh.
“Maka nyatalah hari ini siapa yang tidak mau. sudah cukup membuat gaduh masyarakat, karena masyarakat sekarang butuh suatu pendapat kuat dan dalil dimana letak salahnya ilmu tauhid tasawwuf kesufian. jika bersembunyi-sembunyi terus berati dapat diduga tidak ada niat baik,” tambah Elvi Rasma.
Abdullah, warga Kecamatan Labuhan Haji Barat, mengatakan kedatangannya ketempat mubahasah ingin mendengar langsung pendapat para pihak yang selama ini berseberangan pendapat dengan ajaran tasawwuf kesufian.
“Saya pikir ini adalah momentum yang sudah lama ditunggu-tunggu, tapi kenyataan malah sebaliknya. masih saja ada pihak yang egois, hanya bisa menyampaikan di belakang, mestinya buktikan jika ada yang salah,” katanya.
Abdullah berharap, demi kebaikan serta kemaslahatam ummat meminta untuk kembali dilaksanakan mubahasah “Jika memang kembali diabaikan maka rakyat atau publik paling tidak akan tau siapa yang tidak mempunyai etikat baik,” ujarnya.
Sementara, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan lainnya, Zamzami, mengatakan dampak yang baik telah dirasakan oleh warga lingkungan. jika itu tidak benar maka tidak mungkin masyarakat berubah dari yang tidak baik menjadi baik.
“Dilingkungan saya itu telah banyak perubahan masyarakat setelah mengikuti petuah Abuya, baik yang dulu pemabuk, penjudi dan maksiat lainnya. kini mereka sudah bertaubat dan taat,” ujar Zamzami, saat memberikan pandangan.
Mubahasah di Bireun
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Bireun, dimana saat Majelis Pengkajian Tauhid Tausawwuf Indonesia menggelar mubahasah sejumlah ulama di Kabupaten itu juga tidak mau memenuhi undangan guna membahas yang masih terjadi perbedaan dengan ulama syariat.
“Ya dibireun juga sama, polanya ini sama, kayak ada komando dan di set dengan sama. jika seperti ini maka di Aceh akan terus terjadi selisih pendapat antara pengikut ulama A dan Ulama B, meski satu agama dan aqidah yang sama,” ujar Yanis, atau akrab disapa Pak Yen, yang merupakan salah satu abdi negara menjadi panitia mubahasah di Bireun, 30 Agustus 2021, kemarin. | Red