Baru-baru ini, konsentrasi publik dihebohkan dengan berita di media sosial tentang pergantian Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh (DPP-PA) untuk menggantikan posisi almarhum Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) yang meninggal di tanah suci Mekkah pada bulan Ramadhan 1446 hijriah.
Posisi yang kosong sepeninggal Abu Razak menjadi perdebatan hangat untuk diikuti saat ini. Mulai dari penunjukan Aiyub Abbas (Abuwa Muda) sebagai Sekjen atas rekomendasi Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar selaku Tuha Peuet Partai Aceh, kemudian juga beredar kabar bahwa Muzakkir Manaf (Mualem) kembali menunjuk Zulfadhli (Abang Samalanga) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen Partai Aceh.
Berangkat dari sikap ambigu Partai Aceh dalam penunjukan Sekjend definitif, ada hal mendasar yang menjadi permasalahan internal partai, yaitu krisis figur pemersatu di tubuh Partai Aceh sepeninggal Abu Razak.
Seperti yang diketahui bersama, Partai Aceh adalah partai lokal terbesar di Aceh dan saat ini menguasai posisi legislatif dan eksekutif secara bersamaan. Maka tidak dapat dipungkiri apabila terjadi banyak gesekan di internal partai. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok Sekjend yang mampu menjembatani setiap gejolak yang terjadi di tubuh Partai Aceh.
Kemudian, terkait dengan proses penunjukan Sekjend definitif, hal tersebut mesti dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Ketentuan yang sudah disepakati dalam AD/ART harus menjadi acuan bersama bagi para kader demi menjaga konstitusi Partai Aceh. Dengan harapan, figur Sekjend yang terpilih nantinya sesuai dengan kebutuhan kolektif Partai Aceh.
Hal ini menjadi pelajaran penting bagi Muzakir Manaf atau Mualem selaku Ketua Umum partai untuk menjawab rasa penasaran dan kekhawatiran, baik dari kader maupun konstituen Partai Aceh, tentang siapa yang akan menggantikan peran penting Abu Razak.
Diharapkan, sosok Sekjend nantinya adalah figur yang mampu menyatukan setiap ego yang ditonjolkan oleh kader maupun kelompok kecil di tubuh partai. Selanjutnya, dalam hal pengambilan keputusan, harus mengedepankan musyawarah dengan tujuan untuk mengakomodir setiap aspirasi kader, serta Sekjend kedepan harus mampu melakukan pengkaderisasi demi jalannya roda kepartaian dan memastikan regenerasi partai untuk menjaga estafet politik lokal di Aceh.
*Penulis
M Iqbal Nurhadi, S.Sos, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Lhokseumawe. Artikel ini merupakan opini penulis.