Menjelang Idulfitri 2025, berbagai program bantuan sosial kembali digulirkan untuk meringankan beban ekonomi masyarakat, terutama mereka yang masuk dalam kategori rentan. Dua program utama yang menjadi sorotan adalah Bantuan Usaha Berbasis Individu dari dana infak Baitul Mal Aceh dan Bantuan Beras Menjelang Lebaran dari pemerintah pusat.
Program bantuan berbasis individu dengan total pagu Rp20 miliar diperuntukkan bagi 6.666 penerima dengan besaran Rp3 juta per orang. Meskipun jumlahnya tidak besar, bantuan ini dapat menjadi stimulus bagi usaha mikro agar tetap bertahan dan berkembang. Sayangnya, pencairan bantuan baru akan dilakukan pada Juni 2025, setelah Lebaran, sehingga dampaknya terhadap daya beli masyarakat dalam menghadapi kebutuhan hari raya akan terbatas.
Sementara itu, program Bantuan Beras Menjelang Lebaran yang menyasar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi solusi lebih nyata dalam menekan inflasi pangan. Dengan setiap keluarga menerima 30 kg beras pada Maret 2025, setidaknya kebutuhan pangan pokok mereka akan terpenuhi dalam jangka waktu tertentu. Pendistribusian yang dilakukan secara bertahap diharapkan dapat mengurangi gejolak harga beras di pasaran.
Daya beli masyarakat Aceh menjelang Lebaran masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya inflasi pangan, kestabilan harga barang kebutuhan pokok, serta dampak kebijakan ekonomi nasional. Pada awal tahun 2025, tren harga bahan pokok cenderung mengalami kenaikan, dipicu oleh tingginya permintaan menjelang Ramadan.
Aceh sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan relatif tinggi dibandingkan rata-rata nasional, tentu menghadapi tantangan tersendiri dalam menjaga daya beli masyarakat. Berdasarkan data sebelumnya, kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang Lebaran biasanya berkisar antara 10-20%. Jika bantuan sosial tidak cukup cepat dan merata, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin terdampak.
Selain itu, meskipun program bantuan usaha dari dana infak Baitul Mal Aceh bertujuan meningkatkan perekonomian individu dalam jangka panjang, manfaat langsung bagi daya beli masyarakat menjelang Lebaran 2025 masih terbatas. Adanya keterlambatan dalam pencairan bantuan dapat membuat masyarakat mengandalkan pinjaman konsumtif untuk memenuhi kebutuhan Lebaran, yang berpotensi menambah beban ekonomi pasca-Lebaran.
Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah dan lembaga filantropi seperti Baitul Mal Aceh perlu lebih progresif dalam merancang bantuan yang tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga berkelanjutan. Program berbasis wakaf untuk mendukung ketahanan pangan, misalnya, dapat menjadi strategi inovatif untuk memastikan kebutuhan masyarakat tetap terjangkau tanpa ketergantungan pada bantuan langsung.
Dengan demikian, program bantuan yang lebih tepat waktu dan strategis akan mampu menjaga daya beli masyarakat Aceh serta memastikan kesejahteraan ekonomi yang lebih stabil, tidak hanya menjelang Lebaran, tetapi juga dalam jangka panjang.