JAKARTA, LUGAS.CO – Indonesian Climate Justice Literacy (ICJL) menilai kebijakan pemerintah pada era Presiden Prabowo Subianto selama seratus hari pertama mengarah pada tindakan bunuh diri ekologi.
“Selama seratus hari, nampaknya kebijakan pembangunan pemerintahan Prabowo Subianto mengarah pada tindakan bunuh diri ekologi,” kata Founder ICJL, Firdaus Cahyadi dalam keterangan tertulis yang dikutip LUGAS.CO, pada Sabtu (18/1).
Firdaus Cahyadi mengatakan, persoalan lingkungan hidup ditempatkan di bawah kepentingan ekonomi jangka pendek. Tindak bunuh diri ekologi itu, sambung Firdaus Cahyadi, nampak dari berbagai pernyataan Presiden Prabowo Subianto sendiri dan jajaran menterinya.
“Pada pidato pelantikan, Presiden Prabowo Subianto mendeklarasikan arah pembangunannya yang bertumpu pada swasembada pangan, energi yang berskala besar dan melanjutkan hilirisasi mineral kritis,” ungkap Firdaus Cahyadi.
Kata Firdaus Cahyadi, para pendukung pemerintah menilai bahwa swasembada pangan, energi dan hilirisasi adalah perwujudan dari ideologi nasionalisme.
“Namun, bila ditelisik secara lebih dalam, ketiga program andalan Presiden Prabowo Subianto itu justru mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme,” sebut Firdaus Cahyadi.
Firdaus Cahyadi menambahkan, ketiga program andalan itu sejatinya untuk melayani pasar internasional dengan mengorbankan hak-hak masyarakat lokal atas lingkungan hidup yang sehat.
“Swasembada pangan yang digagas Prabowo Subianto misalnya, bertumpu pada pertanian skala besar atau lebih sering disebut food estate. Program food estate ini membutuhkan banyak lahan yang berpotensi mengalihfungsikan hutan alam dan juga meningkatkan konflik agraria dengan masyarakat lokal,” jelas Firdaus Cahyadi.
Firdaus Cahyadi menambahkan, hal yang sama juga terjadi pada swasembada energi, dimana Prabowo Subianto yang berbasiskan biofuel yang juga rakus terhadap lahan sehingga berpotensi merusak lingkungan dan menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal.
Kerakusan lahan untuk proyek energi dan juga pangan pemerintahan Prabowo Subianto itu dikonfirmasi oleh pernyataan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa Pemerintahan Prabowo Subianto akan membuka lahan hutan cadangan seluas 20 juta hektare atau hampir 2 kali lipat Pulau Jawa untuk sumber ketahanan pangan dan energi.
“Peryataan Menteri Kehutanan itu muncul beberapa hari setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tentang perlunya ekspansi sawit, tanpa takut deforestasi,” tutur Firdaus Cahyadi.
Firdaus Cahyadi menambahkan, hilirisasi mineral kritis (nikel) sudah merusak alam sejak dari hulunya, mulai dari pertambangan nikel.
“Masyarakat disekitar pertambangan nikel banyak yang mengalami kesulitan memperoleh udara segar dan air bersih,” tambah Firdaus Cahyadi.
Publik, tegas Firdaus Cahyadi, harus menghentikan kebijakan pembangunan yang mengarah ke upaya bunuh diri ekologi ini.
“Jika publik terus mendiamkan upaya bunuh diri ekologi itu, cepat atau lambat publik sendiri yang akan menjadi korbannya,” tegas Firdaus Cahyadi.
Firdaus Cahyadi mengaku, aksi kolektif publik sangat diperlukan untuk menyelamatkan Indonesia dari bunuh diri ekologi ini.***