BANDA ACEH, LUGAS.CO – Fasilitas Akademik dan Advokasi Kantara Simpul Indonesia (FAKSI) menyoroti dana hibah yang diberikan kepada sejumlah lembaga vertikal di Aceh.
Sorotan itu disampaikan Ketua Umum FAKSI, Yulindawati dalam keteragan tertulis yang dikutip Lugas.co, Jum’at 4 April 2025.
Kata Yulindawati, berdasarkan data yang diperoleh, dana hibah untuk lembaga vertikal di Aceh pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) sejak tahun 2017 hingga 2024 mencapai Rp 308,3 Miliar.
“Pada tahun anggaran 2025, dana hibah untuk lembaga vertikal kembali dianggarkan sebesar Rp 32,179 miliar,” sebut Yulindawati.
Menurut Yulindawati, alokasi anggaran tersebut bertentangan dengan Pasal 298 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa belanja hibah harus diprioritaskan untuk kebutuhan wajib masyarakat.
“Regulasi itu juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 115 Tahun 2018 tentang Pedoman Belanja Hibah dan Bantuan Sosial,” sebut Yulindawati.
Kata Yulindawati, pemberian hibah kepada lembaga vertikal sangat melukai rasa keadilan rakyat Aceh, karena banyak fasilitas publik yang masih jauh dari kata layak.
“Coba kita lihat sarana pendidikan dan infrastruktur jalan di pedalaman yang membutuhkan perbaikan, namun terabaikan,” kata Yulindawati.
Kata Yulindawati, anggaran hibah seharusnya difokuskan pada kebutuhan mendesak rakyat, seperti penyediaan rumah layak huni, akses pendidikan, dan program transmigrasi lokal bagi masyarakat yang belum memiliki tanah maupun tempat tinggal.
“Alokasi dana besar kepada lembaga vertikal, seperti Polda, Kejati, dan instansi vertikal lainnya justru berpotensi disalahgunakan untuk menutupi atau melunakkan penanganan kasus-kasus korupsi,” kata Yulindawati.
Kata Yulindawati, hibah tersebut terindikasi seperti ‘vitamin’ untuk memperkuat impunitas. Yulindawati memberikan contoh seperti kasus dana hibah Rp 650 miliar pada era Zaini Abdullah – Muzakir Manaf, atau skandal westafel dan beasiswa mahasiswa yang menyeret puluhan anggota DPR Aceh.
“Kita juga perlu mempertanyakan urgensi proyek-proyek itu terhadap kesejahteraan masyarakat? Lembaga vertikal seharusnya dibiayai langsung oleh APBN, bukan justru bergantung pada APBA yang sangat terbatas,” kata Yulindawati.
Yulindawati mendesak Pemerintah Aceh untuk segera menghentikan praktik pengalokasian dana hibah kepada lembaga vertikal, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dinilai menghambat pembangunan sektor-sektor krusial bagi rakyat Aceh.
Berikut rincian dana hibah untuk instansi vertikal di Aceh.
Pembangunan Aula Kodam – Rp4.750.000.000
Gedung Diklat Kejati – Rp9.600.000.000
Pembangunan Kantor BINDA – Rp825.000.000
Gedung Propam Polda – Rp6.685.000.000
Rumah Dinas Pengadilan Tinggi – Rp900.000.000
Rumah Dinas Wakajati – Rp1.355.000.000
Rehabilitasi Gedung Intelkam Polda – Rp6.864.000.000
Pagar Kantor Bais – Rp640.000.000
Ruang Forkopimda (Asdatun Aceh) – Rp 560.000.000