SIGLI – Sejumlah pentolan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) eks-Tripoli Libya, yang berhimpun dalam Komite Muallimin Aceh (KMA), menggelar rapat di Kantor Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Aceh (PA) Pidie, Kamis, (17/3/2022). dalam rapat tersebut mereka membuat pernyataan sikap terhadap kebijakan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Muzakir Manaf, dan Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), dalam hal menjalankan roda organisasi selama proses perdamaian di Helsinki Finlandia pada tahun 2005 sampai tahun 2022.
Pada pertemuan itu yang dipimpin Ketua KMA, Teungku Zulkarnaini Hamzah, atau pria yang akrab disapa Teungku Ni, melahirkan beberapa pernyataan sikap diantaranya :
a. Proses perdamaian tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam Mou Helsinki antara RI dan GAM Tanggal 15 Agustus 2005, terutama Kewenangan Aceh, Reintegrasi Aceh, Bendera Aceh, Himne, Lambang Aceh dan lain-lain.
“Sebenarnya itu merupakan tanggung jawab Ketua KPA Pusat/Aceh dan Wakil Ketua KPA Pusat/Aceh, Muzakir Manaf dan Kamaruddin abubakar (Abu) Razak), namun hingga saat ini tidak di lakukan tanggung jawab mereka sebagaimana mestinya,” kata Muhammad Ridwan alias Raja Wan yang membacakan pernyataan sikap.
b. Selama proses damai, terjadi kesalah fahaman antar sesama GAM (KPA) dilapangan tidak pernah diperbaiki (Mediasi).
“Tidak pernah bermusyawarah dalam pengambilan suatu kebijakan sehingga telah merugikan kepentingan Aceh, antara lain Pasal demi pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, satu demi satu poin hilang tanpa pengawasan,” cetus Raja Wan
c. Tidak pernah bermusyawarah dalam pengambilan suatu kebijakan sehingga telah merugikan kepentingan Aceh, antara lain Pasal demi pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, satu demi satu poin hilang tanpa pengawasan.
d. Kami sangat menyayangkan terhadap sikap Muzakir Manaf selaku Ketua KPA Pusat dan Kamaruddin abubakar sebagai Wakil Ketua KPA Pusat yang mengambil keputusan tentang kepentingan Aceh secara pribadi seperti menerima pelaksanaan Pilkada serentak di Aceh pada tahun 2024.
Sedangkan Wali Nanggroe Aceh PYM Malik Mahmud Al-Haitar sudah menegaskan kepada Muzakir Manaf dan Kamaruddin Abubakar dan kepada para hadirin yang lain yang turut hadir untuk mengikuti pelaksanaan Pilkada Aceh sebagaimana yang telah diatur dalam UUPA setiap 5 tahun sekali.
“Yaitu seharusnya pada tahun 2022 bukan pada tahun 2024. Pilkada di Aceh harus mengikuti UUPA No.11 Tahun 2006 bukan mengikuti Pemerintah pusat.
Kemudian, terdapat banyak lagi permasalahan-permasalahan lain yang dilakukan muzakir manaf dan kamaruddin abubakar sehingga menimbulkan kontraversial, namun tidak kami sebutkan dalam surat ini.
Oleh karena demikian sebagaimana tersebut diatas dan masih ada kesalahan kesalahan lain yang dilakukan oleh Muzakir Manaf sebagai Ketua KPA Pusat dan oleh Kamaruddin Abubakar sebagai Wakil Ketua KPA Pusat tahun 2005 sampai sekarang (Tahun 2022) dan tidak pernah diperbaiki sebagaimana mestinya.
“Maka kami atas nama eks Tripoly Libiya se Aceh telah mengambil sikap untuk tidak mengakui dan tidak mengikuti lagi Muzakir Manaf (Mualem) dan Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), masing-masing sebagai Ketua KPA/PA Pusat dan Wakil Ketua KPA/PA Pusat, terhitung sejak penyataan ini dikeluarkan dan ditandatangani bersama,” tegas Raja Wan.
Kami (Mu’allimin se-Aceh) mengharapkan dengan serius kepada Ketua Mu’allimin pusat Tgk H. Zulkarnaini bin Hamzah (Tgk Ni) beserta pengurus Komite Mu’allimin Aceh (KMA) untuk dapat mengambil keputusan dan pertimbangan supaya roda perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. | Red