Aceh kaya akan sejarah, budaya, dan sumber daya alam. Namun, ada satu ironi yang terus terjadi: anak muda Aceh yang cerdas dan berprestasi lebih memilih merantau daripada membangun tanah kelahirannya sendiri.
Ini bukan sekadar fenomena biasa—ini adalah gejala dari sebuah sistem yang gagal memberikan ruang bagi generasi muda untuk berkembang.
Setiap tahun, ribuan lulusan terbaik dari Aceh meninggalkan daerahnya untuk mencari peluang yang lebih baik di luar. Bukan karena mereka tidak cinta tanah kelahiran, tetapi karena Aceh belum mampu memberikan mereka alasan kuat untuk tetap tinggal.
Lapangan pekerjaan minim, akses permodalan sulit, dan iklim birokrasi yang sering kali tidak ramah terhadap inovasi dan kewirausahaan semakin memperburuk keadaan.
Pemerintah selalu berbicara tentang pembangunan dan masa depan, tetapi sejauh mana kebijakan yang benar-benar berpihak kepada anak muda? Janji untuk mendorong ekonomi kreatif dan startup lokal sering kali hanya berhenti di tataran wacana.
Realitasnya, regulasi yang berbelit, keterbatasan akses modal, dan kurangnya ekosistem bisnis yang mendukung membuat anak muda Aceh lebih memilih mencari jalan keluar di kota-kota besar atau bahkan luar negeri.
Aceh tidak kekurangan talenta. Banyak anak mudanya yang telah membuktikan kemampuan mereka di berbagai bidang—dari teknologi hingga ekonomi kreatif. Yang kurang adalah kebijakan konkret untuk memastikan mereka bisa berkembang di tanah sendiri.
Pemerintah harus berhenti beretorika dan mulai menciptakan kebijakan nyata: insentif bagi wirausaha muda, kemudahan akses permodalan, serta ekosistem inovasi yang mendukung.
Selain itu, penting untuk mengubah pola pikir yang masih mengakar di Aceh. Banyak orang tua yang masih menganggap keberhasilan anak diukur dari status sebagai pegawai negeri atau bekerja di sektor formal.
Padahal, dunia sudah berubah. Kewirausahaan, industri digital, dan ekonomi kreatif adalah masa depan. Pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang menghargai inovasi dan kreativitas anak muda.
Tidak cukup hanya berbicara tentang “kebangkitan Aceh” jika anak mudanya tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkontribusi. Tidak cukup hanya membanggakan sejarah jika masa depan dibiarkan kabur.
Jika keadaan ini terus dibiarkan, Aceh hanya akan menjadi tanah kelahiran yang ditinggalkan, bukan tempat yang dibangun bersama. Generasi muda adalah masa depan, tetapi masa depan itu tidak akan tercipta jika mereka terus dipaksa mencari tempat lain untuk berkembang. Sudah saatnya Aceh berhenti kehilangan anak-anak terbaiknya.