Aceh kehilangan salah satu putra terbaiknya. Kamaruddin Abubakar, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Razak, meninggal dunia di Mekkah pada 19 Maret 2025 saat menjalankan ibadah umrah. Kepergiannya membawa duka mendalam bagi masyarakat Aceh, terutama bagi mereka yang mengenalnya sebagai seorang pejuang, pemimpin, dan sosok yang tak pernah lelah memperjuangkan kepentingan daerahnya.
Sebagai seorang tokoh yang telah melalui berbagai fase penting dalam sejarah Aceh, Abu Razak dikenal sebagai seseorang yang memiliki tekad kuat dan komitmen yang tak tergoyahkan. Ia bukan hanya seorang mantan pejuang, tetapi juga seorang pemikir yang selalu mencari cara terbaik untuk membawa Aceh ke arah yang lebih baik.
Kepergiannya meninggalkan warisan besar yang akan terus dikenang oleh masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya.
Abu Razak bukanlah nama asing bagi rakyat Aceh. Sebagai mantan Wakil Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ia pernah berada di garis depan perjuangan bersenjata melawan pemerintah Indonesia sebelum akhirnya menandatangani perjanjian damai di Helsinki pada 2005. Sejak awal, ia adalah sosok yang dipercaya oleh banyak pihak karena kepemimpinannya yang tegas, strateginya yang cermat, dan loyalitasnya yang tak tergoyahkan terhadap perjuangan rakyat Aceh.
Perjalanan Abu Razak di medan perjuangan tidaklah mudah. Dalam konflik yang berlangsung selama puluhan tahun, ia harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari risiko kehilangan nyawa hingga kehilangan banyak saudara seperjuangan. Namun, bagi Abu Razak, perjuangan bukanlah semata-mata tentang perlawanan bersenjata, melainkan tentang memperjuangkan hak-hak rakyat Aceh yang selama ini terabaikan. Baginya, Aceh memiliki hak untuk mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian yang selama ini sulit didapatkan di tengah gejolak politik dan ekonomi nasional.
Setelah perdamaian terwujud melalui perjanjian Helsinki, Abu Razak tidak lantas meninggalkan perjuangannya. Ia beralih ke jalur politik sebagai salah satu pendiri Partai Aceh, partai yang menjadi wadah bagi para mantan kombatan GAM untuk berkontribusi dalam pemerintahan. Ia memahami bahwa membangun Aceh pasca-konflik memerlukan strategi baru, yaitu melalui jalur politik dan diplomasi. Di Partai Aceh, ia berperan besar dalam menyusun kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk memastikan kesejahteraan eks kombatan, menguatkan ekonomi lokal, serta menjaga stabilitas politik di Aceh.
Di luar dunia politik, Abu Razak juga memiliki peran besar dalam memajukan olahraga di Aceh. Sebagai Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh, ia memiliki visi untuk membawa provinsi ini ke pentas nasional dalam berbagai cabang olahraga. Baginya, olahraga bukan hanya sekadar hiburan atau kompetisi, tetapi juga sarana untuk membangun karakter generasi muda dan mempererat persatuan di Aceh pasca-konflik.
Di bawah kepemimpinannya, Aceh mengalami kemajuan pesat dalam bidang olahraga. Ia secara aktif mendorong pembangunan fasilitas olahraga yang lebih baik, meningkatkan anggaran pembinaan atlet, serta memberikan perhatian khusus kepada cabang-cabang olahraga yang memiliki potensi besar untuk bersaing di tingkat nasional. Salah satu pencapaiannya yang paling bersejarah adalah peran besarnya dalam menjadikan Aceh sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024, sebuah ajang yang diharapkan dapat mengangkat nama Aceh di kancah olahraga nasional.
Selain itu, Abu Razak juga dikenal dekat dengan para atlet dan pelatih. Ia tidak hanya bekerja di balik meja, tetapi juga sering turun langsung ke lapangan untuk memberikan motivasi kepada para atlet. Baginya, kemenangan dalam olahraga tidak hanya ditentukan oleh kemampuan fisik, tetapi juga oleh mental dan semangat juang. Ia selalu berpesan bahwa para atlet Aceh harus memiliki tekad seperti para pejuang di masa lalu—tidak mudah menyerah dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk daerahnya.
Ada sesuatu yang menggetarkan hati dari kepergian Abu Razak. Ia meninggal dunia di tanah suci, tempat yang diimpikan banyak umat Muslim sebagai tempat peristirahatan terakhir. Mekkah bukan hanya sekadar kota bagi Abu Razak, tetapi juga simbol dari perjuangan spiritual dan kedekatannya dengan Sang Pencipta. Kabar wafatnya di tempat suci ini memberikan makna mendalam bagi keluarga, sahabat, dan masyarakat Aceh yang mengenalnya.
Sejak awal Maret 2025, Abu Razak telah berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Rencana awalnya, ia akan kembali ke Aceh pada awal April. Namun, Allah SWT memiliki rencana lain. Ia dipanggil dalam keadaan yang tenang, di tempat yang penuh berkah, dan dalam kondisi yang mulia. Banyak orang yang merasa bahwa kepergiannya di tanah suci adalah tanda dari kehidupan yang penuh berkah dan pengabdian yang tulus.
Duka mendalam dirasakan oleh masyarakat Aceh, terutama mereka yang selama ini mengenalnya secara pribadi. Ucapan belasungkawa datang dari berbagai kalangan, mulai dari politisi, aktivis, hingga atlet yang pernah merasakan dampak dari kebijakan-kebijakannya. Mereka mengenang Abu Razak sebagai sosok yang tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat Aceh secara luas. Kepergiannya bukan hanya kehilangan bagi keluarganya, tetapi juga bagi seluruh Aceh yang telah merasakan dampak positif dari perjuangannya.
Abu Razak telah tiada, tetapi jejaknya tetap hidup. Perjuangan dan dedikasinya untuk Aceh akan selalu dikenang, baik dalam sejarah perjuangan GAM, dalam dunia politik Aceh, maupun di dunia olahraga yang ia bangun dengan sepenuh hati. Ia adalah contoh nyata bahwa seorang pejuang sejati tidak hanya bertempur di medan perang, tetapi juga membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya.
Warisan yang ia tinggalkan tidak hanya berupa kebijakan atau proyek pembangunan, tetapi juga semangat juang yang terus menginspirasi banyak orang. Ia mengajarkan bahwa perjuangan tidak selalu harus dengan senjata, tetapi bisa dilakukan melalui politik, olahraga, dan kerja keras untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Masyarakat Aceh tidak hanya kehilangan seorang pemimpin, tetapi juga seorang kakak, seorang sahabat, seorang mentor yang telah memberikan banyak hal bagi tanah kelahirannya.
Kini, tugas kita yang masih hidup adalah melanjutkan perjuangannya—melanjutkan cita-cita Aceh yang lebih baik, lebih damai, dan lebih sejahtera. Semoga semangat dan dedikasi Abu Razak tetap menjadi inspirasi bagi generasi muda Aceh untuk terus berjuang demi kemajuan daerahnya.
Selamat jalan, Abu Razak. Semoga amal ibadahmu diterima di sisi-Nya, dan semoga Aceh terus berkembang seperti yang engkau impikan.